• Beranda
  • Belajar Islam
  • Hukum Islam
  • Kisah Islam
    • Hikmatus Salaf
  • Tokoh Islam
    • Tadarus Pemikiran Iqbal
  • Kolom
  • Buku & Kitab
    • Kimiya-yi Saadat
  • Penerbitan
  • Privat
    • Al-Qur’an
    • Bahasa Arab
    • Video Kajian
  • Tentang
    • Kirim Tulisan
    • Kontak
    • Portofolio
    • Redaksi
Afkaruna.id
Beragama dengan Akhlak
Kolom

Ruh: Kekal atau Fana?

oleh Irza A. Syaddad Desember 30, 2019
ditulis oleh Irza A. Syaddad Desember 30, 2019 1.997 views

Diksi mulih mengandaikan adanya tempat asal yang dulunya pernah dihuni, lalu ditinggal pergi. Objek mulih bisa berupa benda empirik: rumah, seseorang, atau laku perbuatan; dan non-empirik: misal Tuhan.

Terkhusus konsep yang kedua ini, banyak terjadi perdebatan. Sebagian besar umat manusia, baik dari kalangan Muslim maupun non-Muslim yang memercayai adanya konsep Tuhan, berpendapat bahwa objek mulih (kalau bisa dikatakan objek) adalah Tuhan, inna lillahi wa inna ilaihi rajiun atau sangkan paraning dumadi.

Dua kalimat di atas sepakat bahwa Tuhan adalah asal dan tujuan dari segala sesuatu. Yang menjadi perbedaan adalah, sejauh mana ke-mulih-an (dan sekaligus ke-sangkan-an) pada Tuhan? Dalam redaksi lain, dalam posisi yang bagaimanakah seseorang kembali (dan berasal) dari Tuhan?

Sebagian meyakini bahwa manusia hanya bisa bersanding dengan Yang Maha Agung (‘inda Allah). Allah adalah Dzat, dan manusia adalah dzat yang berbeda. Pemaknaan irji’ii ilaa rabbiki (mulih-lah pada Tuhanmu) dimaknai sebagaimana perintah “pulang pada orang tuamu”. Dua unsur yang terkandung dalam kalimat perintah tersebut: mutakallim dan mukhatab, adalah entitas yang berbeda.

Berbeda dengan pemahaman seperti itu, saya sendiri lebih condong pada pemaknaan lain. Yaitu wahdatul wujud: penyatuan antara Khalik dan makhluk. Ini didasarkan pada tafsir “Dan aku tiupkan ke dalamnya Ruh-Ku” (Al-Hijr: 29, Shad: 72).

Ruh, yang menjadi unsur pembentuk manusia, adalah berasal dari Allah, dan akan kembali pada Allah. Pemaknaan ini berbeda dengan pendapat ruh adalah ciptaan Allah, yang kemudian memunculkan konsekuensi berupa pemisahan antara Khalik dan makhluk. Dan memang, dua pendapat tadi juga berimplikasi serius dalam tataran syariat.

Jika seseorang meyakini bahwa ia adalah makhluk yang berpotensi untuk kembali menyatu dengan Khalik, maka ibadah yang pada awalnya di-taklif-kan kepadanya, akan luntur begitu saja. Sebab, ia tak lagi hanya ingat pada-Nya (Aqim as-shalah li dzikri), namun ia melampaui itu. Ia adalah Dia. 

Sedangkan bagi makhluk yang berada dalam makna kedua, ia akan selalu berjarak dengan-Nya. Ia akan selalu terhijab dan menghijab diri dari-Nya. Mungkin saja ibadahnya sampai, namun ia tidak. Baginya, Tuhan adalah “Engkau” (Laa ilaaha illaa Anta), atau bahkan “Dia” (Laa ilaaha illaa Huwa), bukan “Saya” (Laa ilaaha illaa Ana). 

Keabadian ruh, yang juga menjadi sifat Allah, telah jelas tertuang dalam firman-Nya. Dikisahkan, apabila selama hidup di dunia, seorang hamba berbuat kebajikan, dan ia mendapat ridla-Nya, maka ia akan mendiami surga selamanya. Sebaliknya pula, bagi para pendosa yang tak mendapat ampunan-Nya, maka akan menempati neraka, dan ia kekal di dalamnya.

Memang benar, bahwa penyifatan yang ditujukan kepada makhluk dan Khalik berbeda, meskipun artinya sama, yaitu kekal. Allah, dalam ‘aqa’id seket (50 akidah dalam kitab ‘Aqidatul Awam), bersifat baqa’ yang dalam Mu’jam Maqayis al-Lughah bermakna ad-dawam (tetap). Adapun ruh manusia, meskipun mempunyai potensi ilahi, ia hanya bersifat khulud.

Dua kata itu, meskipun secara umum memiliki makna “keabadian” dan “kekekalan”, sejatinya berbeda. Sifat baqa’ Allah tidak mengenal permulaan waktu. Ia telah ada bahkan sejak (konsep) waktu belum ada. Sedangkan sifat khulud yang melekat pada manusia, memiliki titik pijak permulaan. Apakah ia dimulai sejak Allah meniupkan ruh-Nya pada Adam, atau ketika Dia mengambil sumpah Anak Adam, wallahu a’lam.

Kendati memiliki makna yang berbeda, akan tetapi antara makhluk dan Khalik terdapat satu ikatan abadi yang akan langgeng entah sampai kapan. Ikatan itu berupa ruh yang ditiupkan dari-Nya kepada Anak Adam. Ikatan itulah yang nantinya akan memanggil kita untuk mulih pada-Nya secara suka cita.

 يَٰٓأَيَّتُهَا ٱلنَّفۡسُ ٱلۡمُطۡمَئِنَّةُ،  ٱرۡجِعِيٓ إِلَىٰ رَبِّكِ رَاضِيَةٗ مَّرۡضِيَّةٗ  

FanaKekalMulihRuhWahdatul Wujud
0 komentar
0
FacebookTwitterWhatsappEmail
Irza A. Syaddad

Mahasiswa pascasarjana UIN Sunan Kalijaga, yang pernah mukim di Riyadh, Arab Saudi.

sebelumnya
Doa Rasulullah Agar Bebas dari Utang dan Kesulitan Hidup
sesudahnya
Abu Hayyan At-Tauhidi: Peletak Dasar Konsep Jiwa Imam Al-Ghazali dan Ibnu Miskawayh

You may also like

Berebut Wacana Childfree, Childless, dan Childcare

Maret 24, 2023

Dilema Mualaf: Urgensi Madrasah Mualaf di Indonesia

April 24, 2022

Pengetahuan dan Ibadah, Mana yang Lebih Penting?

Juni 18, 2020

Memupuk Kehambaan, Meraih Kebahagiaan

Mei 15, 2020

Iman dan Ilmu, Kunci Menghadapi Corona

April 24, 2020

Corona dan Memudarnya Kesadaran Kemanusiaan Kita

April 11, 2020

Menyingkap Makna Arasy dalam Tafsir Mulla Sadra

November 23, 2019

Dari Nushrat al-Amin sampai Bint Syathi’: Inilah Para...

Oktober 16, 2019

Haji Par Excellence

Agustus 23, 2019

Adakah Agama Jika tanpa Cinta?

Juli 10, 2019

Leave a Comment Cancel Reply

Save my name, email, and website in this browser for the next time I comment.

Tulisan Terbaru

  • Angka: Tak Bisa Dibiarkan Begitu Saja
  • Berebut Wacana Childfree, Childless, dan Childcare
  • Islam Mendukung Perempuan Berkarier di Ruang Publik
  • Imam Ali, Masjid, dan Fragmen Sejarah yang Belum Diketahui
  • Marāh Labīd: Kitab Tafsir dari Arab dengan Cita Rasa Nusantara

Tulisan Populer

  • 1

    Al-Fiqh Al-Akbar: Kitab Akidah Karya Imam Abu Hanifah

    April 29, 2020
  • 2

    Perjalanan Menuntut Ilmu Imam Asy-Syadzili: Diusir Guru Tiga Kali Hingga Lahirnya Thariqah Syadziliyah

    September 15, 2019
  • 3

    Faishal al-Tafriqah: Karya Imam al-Ghazali yang Mendedahkan Takfirisme

    Oktober 30, 2019
  • 4

    Imam an-Nasafi, Ulama Besar yang Tak Banyak Dikenal

    Agustus 14, 2019
  • 5

    Sayidina Ali dan Cara(nya) Membela Tuhan

    Juni 28, 2019

Kategori

  • Belajar Islam
  • Buku & Kitab
  • Hukum Islam
  • Kisah Islam
  • Kolom
  • Penerbitan
  • Tokoh Islam
  • Uncategorized

Afkaruna.id didirikan untuk menyediakan bacaan berkualitas yang diulas secara mendalam. Kami fokus mengulas konten akhlak dan kisah Islam, karena wilayah ini merupakan titik temu berbagai pemikiran. Dan kami selalu percaya, akhlak ada di atas ilmu dan melampaui sekat-sekat golongan, mazhab, dan kelas sosial.

  • Facebook
  • Twitter
  • Instagram
  • Youtube
  • Email
Footer Logo

Villa Pasirwangi Blok C33, Bandung
@2019 Copyright Afkaruna.id. All Right Reserved. Redaksi.


Back To Top
Afkaruna.id
  • Beranda
  • Belajar Islam
  • Hukum Islam
  • Kisah Islam
    • Hikmatus Salaf
  • Tokoh Islam
    • Tadarus Pemikiran Iqbal
  • Kolom
  • Buku & Kitab
    • Kimiya-yi Saadat
  • Penerbitan
  • Privat
    • Al-Qur’an
    • Bahasa Arab
    • Video Kajian
  • Tentang
    • Kirim Tulisan
    • Kontak
    • Portofolio
    • Redaksi