Sebagai pembuka, Penulis perlu mendefinisikan istilah childfree, childless, dan childcare karena ketiganya memiliki arti yang berbeda. childfree mengacu pada individu atau pasangan yang memilih untuk tidak memiliki anak, sedangkan childless mengacu pada individu atau pasangan yang tidak dapat memiliki anak karena alasan medis atau biologis. Childcare adalah layanan pengasuhan atau perawatan anak yang dilakukan oleh orang lain. Ketiga istilah ini menjadi semakin umum di masyarakat dan menimbulkan pertanyaan penting tentang peran anak dalam keluarga dan masyarakat luas. Suatu topik yang sangat penting dan relevan dalam konteks sosial dan agama hari ini.
Dari perspektif Islam, keluarga dianggap sebagai landasan masyarakat, dan anak-anak dipandang sebagai berkah dan amanah dari Allah Swt. Namun, Islam juga mengakui bahwa tidak semua orang dapat memiliki anak, dan Islam tidak membebankan kewajiban kepada siapa pun untuk memiliki anak. Oleh karena itu, pilihan untuk memiliki anak atau tidak memiliki anak adalah keputusan pribadi yang harus dihormati.
Argumentasi Childfree
Gerakan childfree merupakan gerakan sosial yang menolak konsep keluarga tradisional dan menganggap bahwa menjadi orangtua bukanlah suatu kewajiban dalam hidup. Ini muncul sebagai respons terhadap tekanan sosial yang mengharuskan individu untuk menikah dan memiliki anak sebagai tujuan hidup utama.
Di negara maju semakin banyak perempuan memilih tidak memiliki anak. Di UK 17% perempuan yang lahir tahun 70an tidak memiliki anak, di Jepang sekitar 27% perempuan lahir 60an, dan 1 dari 5 perempuan di Amerika Serikat dan Eropa memilih tidak memiliki anak. Bagi banyak perempuan ini, jalan hidup manusia tidak hanya untuk sekolahàkuliahàbekerjaàmenikahàmemiliki anak. Perlu diingat bahwa setiap gerakan memiliki ruang dan waktu, tidak lahir dari ruang hampa. Lahir gerakan ini bisa jadi dikarenakan masalah hidup yang dihadapi manusia modern di negara maju.
Setiap orang memiliki hak untuk memilih jalannya sendiri dalam hidupnya. Gerakan childfree menghargai keputusan individu yang memilih untuk tidak memiliki anak dan berfokus pada karier atau gaya hidup tertentu. Memiliki anak haruslah menjadi pilihan sukarela dan bukan tekanan sosial atau tuntutan budaya.
Alasan lainnya adalah populasi manusia di dunia semakin meningkat, hampir 8 miliar jiwa dan menyebabkan berbagai masalah lingkungan seperti kekurangan sumber daya alam, polusi, dan perubahan iklim. Dengan childfree, mengurangi jumlah anak dapat membantu mengatasi masalah lingkungan dan mengurangi tekanan pada sumber daya alam
Tidak selesai di situ, bagi para pemilih childfree menjadi orangtua bukanlah hal yang mudah. Merawat anak membutuhkan banyak waktu, tenaga, dan biaya. Hal ini dapat menyebabkan tekanan mental dan fisik kepada orangtua, terutama pada ibu yang sering harus menanggung beban ganda pekerjaan rumah tangga dan pengasuhan anak sekaligus. Childfree dianggap dapat membantu menjaga kesehatan mental dan fisik seseorang.
Kesempatan untuk mengembangkan diri jadi luas bagi para childfree. Tanpa memiliki tanggung jawab peran sebagai orangtua, individu memiliki kesempatan untuk fokus pada pengembangan diri dan mencapai tujuan hidupnya yang lain. Misalnya, dapat meningkatkan kualifikasi pendidikan, mengejar hobi, dan bepergian ke tempat-tempat yang ingin dikunjungi tanpa terikat dengan tanggung jawab sebagai orangtua.
Sebagian orang menganggap bahwa dalam Islam tidak ada kewajiban dalam al-Qur’an untuk memiliki anak dalam pernikahan. Apakah benar seperti itu? Coba kita cek QS. Maryam [19]: 4-5
قَالَ رَبِّ اِنِّيْ وَهَنَ الْعَظْمُ مِنِّيْ وَاشْتَعَلَ الرَّأْسُ شَيْبًا وَّلَمْ اَكُنْۢ بِدُعَاۤىِٕكَ رَبِّ شَقِيًّا
وَاِنِّيْ خِفْتُ الْمَوَالِيَ مِنْ وَّرَاۤءِيْ وَكَانَتِ امْرَاَتِيْ عَاقِرًا فَهَبْ لِيْ مِنْ لَّدُنْكَ وَلِيًّا ۙ
“Dia (Zakaria) berkata, “Ya Tuhanku, sungguh tulangku telah lemah dan kepalaku telah dipenuhi uban, dan aku belum pernah kecewa dalam berdoa kepada-Mu, ya Tuhanku. Dan sungguh, aku khawatir terhadap kerabatku sepeninggalku, padahal istriku seorang yang mandul, maka anugerahilah aku seorang anak dari sisi-Mu.”
Dari ayat ini Penulis melihat bagaimana para nabi bersungguh-sungguh berdoa dari muda sampai usia senja untuk memiliki keturunan. Lalu dalam ayat lain tentang kisah Nabi Ibrahim a.s. yang akhirnya dikaruniai anak bernama Nabi Ishak a.s. dan Nabi Zakaria diberi anak bernama Nabi Yahya a.s. Kalau pembaca jeli membaca al-Qur’an, sejatinya yang disampaikan al-Qur’an mendorong manusia untuk berusaha optimal agar memiliki keturunan.
Para penentang childfree meyakini bahwa tidak sejalan dengan tujuan pernikahan seperti dalam QS. An-Nahl [16]: 72. Childfree karena masalah ekonomi menyalahi janji Tuhan dalam QS. Al-An’am [6]: 151 karena rezeki sudah dijanjikan Tuhan. Juga Hadis Rasulullah Saw. HR. Abu Dawud agar menikahi perempuan yang penyayang dan subur.
Childcare dalam Perdebatan
Gerakan childcare bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan dukungan terhadap peran penting perawatan anak dalam masyarakat. Dalam al-Qur’an banyak sekali tuntunan tentang doa bagi anak. Tugas pengasuhan adalah tanggung jawab orangtua. Namun, apakah boleh dilakukan oleh orang lain di luar orangtua? Sebetulnya dalam sejarah, Nabi Muhammad Saw. ketika kanak-kanak diasuh oleh Halimatus Sa’diyah.
Childcare diyakini memiliki dampak positif pada perkembangan anak. Banyak penelitian menunjukkan bahwa perawatan yang baik dan berkualitas pada masa awal kehidupan anak sangat penting bagi perkembangan mereka. Dengan adanya childcare, orangtua dan masyarakat secara keseluruhan dapat memahami betapa pentingnya perawatan anak yang baik dan berkualitas, sehingga dapat memastikan bahwa anak-anak tumbuh dan berkembang dengan baik.
Childcare diyakini berkontribusi pada kesetaraan gender. Tradisi patriarki dalam masyarakat sering membuat perempuan dipandang sebagai tanggung jawab utama dalam merawat anak-anak. Childcare dapat membantu menyeimbangkan beban perawatan anak antara laki-laki dan perempuan, sehingga dapat berkontribusi pada kesetaraan gender dalam masyarakat. Perawatan anak yang berkualitas dapat membantu mengurangi stres pada orangtua, yang pada akhirnya dapat meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan mereka. Selain itu, adanya pelayanan perawatan anak yang baik juga dapat membantu mendorong partisipasi perempuan dalam dunia kerja.
Pengasuhan dilakukan oleh orang lain, tidak selalu lebih buruk dari pengasuhan hanya oleh orangtuanya. Lembaga pengasuhan seperti daycare bisa jadi jauh lebih baik dalam mengasuh anak dengan tenaga profesional yang memiliki ilmu dan pengalaman dalam bidang pengasuhan.
Penutup
Islam sangat menekankan pada pengasuhan dan perawatan anak, juga mendorong kedua orangtua untuk terlibat aktif dalam pengasuhan anak-anak mereka. Hal ini tidak hanya mencakup pemenuhan kebutuhan fisik tetapi juga kebutuhan emosional dan psikologis mereka.
Sebagai seorang Muslim, Penulis menyadari bahwa anak merupakan salah satu karunia terbesar dari Allah Swt. Namun, tidak semua pasangan memiliki kesempatan untuk memiliki anak, baik karena faktor medis maupun faktor sosial dan ekonomi. Ada juga sebagian pasangan Muslim yang memilih untuk tidak memiliki anak, baik karena alasan pribadi atau bahkan karena alasan ideologi.
Dalam Islam, ketidakmampuan pasangan untuk memiliki anak tidak boleh dijadikan stigma atau diskriminasi. Allah Swt. telah memberikan rahmat-Nya dalam berbagai bentuk, termasuk kemampuan untuk mencintai dan mengasuh anak-anak. Ketika dikaruniai anak, siapa pun harus memperhatikan pentingnya pendidikan anak. Tugas sebagai orangtua tidak hanya sekadar memberikan nafkah lahiriah semata, tetapi juga memperhatikan pendidikan dan moral anak-anak yang akan menjadi harapan masa depan umat manusia dan negara.
Terakhir, untuk melihat bagaimana respons syariat terhadap fenomena childfree, childless, dan childcare? Pembaca bisa membaca pendapat Ibn Qayyim al-Jauzi dalam I’lam al-Muwaqi’in ‘an Rabbil ‘Alamin dalam standar yang dikehendaki syariat.
فإن الشريعة مبناها وأساسها على الحِكَم ومصالح العباد في المعاش والمعاد وهي عدل كلها ورحمة كلها ومصالح كلها وحكمة كلها فكل مسألة خرجت عن العدل إلى الجور، وعن الرحمة إلى ضدها وعن المصلحة إلى المفسدة، وعن الحكمة إلى العبث فليست من الشريعة
Syariat, dasar dan fondasinya di atas kebijaksanaan dan kemaslahatan manusia di dunia dan akhirat, ia adil, rahmat, dan maslahat seluruhnya. Seluruh masalah yang keluar dari keadilan kepada ketidakadilan, dari rahmat kepada sebaliknya, dan maslahat kepada mafsadat, dari kebijaksanaan kepada kesia-siaan, maka bukanlah syariat.
Standar syariat adalah kemaslahatan, apabila manusia melihat ada maslahat di dalamnya berarti sejalan dengan syariat. Apabila banyak kemafsadatan di dalamnya, bisa dipastikan bukanlah yang dikehendaki syariat.[]