Iman dan Ilmu, Kunci Menghadapi Corona

oleh Darul Siswanto
937 views

Virus Corona atau Covid-19 benar-benar menjadi serangan telak bagi kehidupan manusia. Tidak hanya menyerang kesehatan dan nyawa manusia, tapi juga dimensi lainnya. Seperti perekonomian, sosial, kebudayaan, keberagamaan, dan bahkan kemanusiaan itu sendiri. Virus ini menyingkap sesuatu yang lama dilupakan oleh kebanyakan masyarakat Muslim, yakni hubungan antara agama dengan ilmu pengetahuan.

Di Indonesia dan mungkin di belahan dunia yang lain, dalam menyikapi pandemi ini, sebagian masyarakat dengan kukuhnya, tidak mau mengindahkan himbauan dari para ahli kesehatan. Mereka berdalih bahwa hidup dan mati itu takdir Allah, sebagian yang lain berdalih bahwa rasa takut hanya ditujukan kepada Allah dan bukan pada yang lain termasuk virus. Ada da’i yang menganggap Corona adalah teguran Allah, justru masjid harus diramaikan. Bahkan ada juga yang mencemooh mereka yang menghindari keramaian, termasuk yang melaksanakan ibadah di rumah.

Dalam al-Qur’an, dengan jelas Allah Swt. memuliakan ilmu dan orang-orang berilmu, yakni ilmu yang membawa kebaikan, dan Allah Swt. menghinakan ‘al-jahalah’ kebodohan dan orang-orang bodoh, termasuk mereka yang tak mau mecari ilmu. Allah melarang kita untuk mengikuti sesuatu yang jelas-jelas kita tidak memiliki ilmu tentangnya. Allah Swt. berfirman:

وَلَا تَقۡفُ مَا لَيۡسَ لَكَ بِهِۦ عِلۡمٌۚ

 “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya.” (QS. Al-Isra’: 36).

Seperti dua sisi koin yang tak terpisah, ilmu dan agama (iman) adalah dua hal yang tak dapat dipisahkan. Meskipun dalam ilmu terjadi dikotomi antara ilmu agama dan ilmu umum, keduanya tetap tak dapat dipisahkan dari agama dan keberagamaan. Namun demikian, pada praktiknya sebagaimana contoh di atas, sebagian masyarakat masih sangat mengesampingkan hal-hal ilmiah dengan dalih keimanan. Meskipun pada konteks tertentu hal tersebut tidak salah, tapi akan menjadi problematik jika paradigma ini digunakan dalam segala konteks. Termasuk dalam menghadapi virus Corona.

Padahal dalam banyak kesempatan, terutama dalam berbagai majelis keagamaan, terdapat suatu ayat al-Qur’an yang sering dibaca. Allah berfirman:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِذَا قِيلَ لَكُمۡ تَفَسَّحُواْ فِي ٱلۡمَجَٰلِسِ فَٱفۡسَحُواْ يَفۡسَحِ ٱللَّهُ لَكُمۡۖ وَإِذَا قِيلَ ٱنشُزُواْ فَٱنشُزُواْ يَرۡفَعِ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ مِنكُمۡ وَٱلَّذِينَ أُوتُواْ ٱلۡعِلۡمَ دَرَجَٰتٖۚ وَٱللَّهُ بِمَا تَعۡمَلُونَ خَبِيرٞ

Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: ‘Berlapang-lapanglah dalam majlis’, maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: ‘Berdirilah kamu’, Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Mujadilah: 11).

Pada ayat di atas, Allah menyandingkan iman dan ilmu. Allah mengangkat derajat orang beriman dan juga orang berilmu pengetahuan. Hal ini menunjukkan betapa penting keduanya. Jika iman diibaratkan dengan cahaya, maka ilmu adalah penglihatan. Jika seseorang diberi cahaya, tetapi tak memiliki penglihatan, maka hanya kegelapan yang ia dapati. Pun sebaliknya, seseorang yang diberi penglihatan, tetapi berada dalam kegelapan tanpa cahaya, tak ada apa pun yang dapat ia lihat.

Akan tetapi, bagaimana bila seseorang dengan segala keterbatasannya tidak memiliki akses kepada ilmu pengetahuan. Apakah lantas mereka dibiarkan begitu saja dalam kegelapan? Allah berfirman:

فَسْـَٔلُوٓا أَهْلَ ٱلذِّكْرِ إِن كُنتُمْ لَا تَعْلَمُونَ

 “Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan, jika kamu tidak mengetahui.” (QS. An-Nahl: 43).

Jika kita tidak memiliki akses secara langsung terhadap pengetahuan, maka kita wajib bertanya dan mendengarkan kepada mereka yang memiliki ilmu pengetahuan. Dalam praktik keagamaan, ilmu adalah hal mutlak untuk mendampingi keimanan. Ilmu tidak hanya terbatas pada ilmu-ilmu keagamaan, tapi juga seluruh bentuk ilmu pengetahuan.

Dalam menghadapi Corona pun seharusnya demikian. Keseimbangan antara iman dan ilmu juga harus menjadi paradigma yang dipegang kuat. Di samping meyakini bahwa hidup dan mati, sehat dan sakit adalah takdir Allah, mendengarkan dan mengindahkan himbauan dan anjuran para ahli kesehatan tentang physical distancing merupakan keharusan. Seperti keharusan untuk mendengarkan penjelasan para ulama tentang bagaimana agama Islam dan mengatur praktik-praktik peribadatan ketika menghadapi suatu wabah penyakit. Wallahu a’lam.

Darul Siswanto

Darul Siswanto

Alumnus Universitas Al-Azhar dan Mahasiswa Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

You may also like

Leave a Comment