Surat Kartini Kepada Ratu Shima dan Ratu Kalinyamat

oleh Nur Hayati Aida
89 views
Surat Kartini Kepada Ratu Shima Dan Ratu Kalinyamat

Teruntuk kedua Mbakyuku: Ratu Shima dan Ratu Kalinyamat.

Semoga Mbakyu Shima dan Mbakyu Ratna (Kalinyamat) dalam keadaan sehat dan sejahtera.

Saat surat ini sampai di tangan Mbakyu Shima dan Mbakyu Ratna, musim hujan telah tiba di penghujungnya. Tanah-tanah mulai hijau, dan pepohonan semakin rimbun dengan dedaunan. Semilir angin hujan tak henti-hentinya menyibakkan rambut kecil di kening, mengingatkan pada riuh para pekerja di ladang dan sawah.

Tahun-tahun berlalu begitu cepat. Waktu melesat seperti anak panah dari busurnya, membawa kita ke masa di mana segalanya serba cepat—sesuatu yang dulu hanya bisa kita bayangkan dari kejauhan. Saya sering merasa takjub dengan perkembangan ini. Teknologi telah mengantarkan kita ke peradaban digital yang tak pernah terbayangkan sebelumnya. Siapa sangka kita bisa menulis surat seperti ini melalui email atau berbalas pesan singkat melalui WhatsApp?

Mbakyu, ada kabar gembira yang ingin saya sampaikan kepada Mbakyu berdua.

Harapan yang pernah saya utarakan beberapa waktu lalu—tentang pendidikan bagi kaum perempuan—telah terwujud. Saat ini, di ruang-ruang kelas, baik di sekolah maupun perguruan tinggi, jumlah murid perempuan setara dengan murid laki-laki. Banyak di antara mereka yang berprestasi gemilang, dengan nilai dan rangking yang tidak kalah tinggi.

Saya masih ingat isi surat saya kepada Nyonya Van Kool di Belanda. Saya menulis, “…untuk keperluan perempuan itu sendiri, berharaplah kami dengan sangat agar disediakan pelajaran dan pendidikan, karena inilah yang akan membawa bahagia baginya.” Kini, harapan itu telah menjadi kenyataan.

Ini tentu jauh berbeda dengan keadaan yang saya sampaikan kepada Mbakyu berdua dulu. Sungguh, ini adalah kabar yang sangat menggembirakan.

Namun, ada kegelisahan yang mengganggu hati saya, Mbakyu.

Prasangka terhadap perempuan masih ada. Perempuan kerap dianggap sebagai fitnah yang bisa mengguncang stabilitas sosial, sehingga mereka diminta untuk hanya berada di rumah, dan tidak perlu berperan di ruang publik.

Duh, Mbakyu, betapa sedihnya hati ini mendengar tuduhan seperti itu. Apakah mereka lupa pada Kerajaan Kalingga yang dipimpin oleh Mbakyu Shima? Di bawah kepemimpinan Mbakyu, rakyatnya jujur dan disiplin karena Mbakyu memerintah dengan tegas.

Seorang raja bernama Ta-Shih bahkan pernah menguji kedisiplinan rakyat Kalingga dengan menaruh sekantung emas di jalan dekat alun-alun. Kantung itu tak berpindah tempat selama berminggu-minggu, karena rakyat Kalingga tahu itu bukan hak mereka.

Bukan hanya soal ketegasan, Kerajaan Kalingga juga dikenal luas hingga ke mancanegara, bahkan menjalin hubungan bilateral dengan Tiongkok.

Demikian pula dengan Mbakyu Ratna.

Di bawah kepemimpinan Mbakyu, Jepara mampu bangkit dari keterpurukan ekonomi dan meraih kejayaan. Di masa pemerintahan Mbakyu, Jepara mencapai puncak kemakmurannya.

Tak hanya itu, Mbakyu Ratna juga menunjukkan keberanian besar dalam menghadapi Portugis. Setidaknya empat kali Mbakyu mengirimkan armada perang untuk membantu Raja Johor dan Sultan Ali Mukhayat Syah dari Aceh melawan Portugis di Selat Malaka. Atas keberanian itu, Diego de Couto menyebut Mbakyu Ratna sebagai Rainha da Japara, senhora poderosa e rica (Ratu Jepara, seorang wanita yang kaya dan berkuasa).

Apakah pantas menyebut Mbakyu Ratna sebagai perempuan yang lemah akal setelah melihat semua strategi dan keberanian yang dilakukan?

Jika perempuan dianggap kurang agama, bagaimana dengan laku “Tapa Wuda” yang dilakukan Mbakyu Ratna?

Meski ada prasangka bahwa “Tapa Wuda” adalah tindakan mengumbar birahi, sebenarnya maknanya lebih dalam dari sekadar arti literal. “Tapa Wuda” bukan berarti bertapa tanpa pakaian, melainkan melepaskan segala materi dunia. Sebagai seorang ratu, Mbakyu Ratna memiliki segalanya, namun setelah suami dan saudaranya dibunuh oleh Arya Panangsang, Mbakyu memilih untuk mendekatkan diri kepada Tuhan dengan cara yang suci dan tulus.

Mbakyu, hal-hal ini sungguh membuat hati saya gelisah.

Kalian berdua adalah inspirasi saya. Mbakyu Shima dan Mbakyu Ratna telah membuktikan bahwa perempuan mampu melawan anggapan-anggapan yang merendahkan, seperti dianggap sebagai sumber fitnah, lemah akal, dan lemah agama.

Saya juga pernah menulis kepada Nyonya Abendanon di Belanda, “Kami beriktiar supaya kami teguh sungguh, sehingga kami sanggup mandiri. Menolong diri sendiri. Menolong diri sendiri itu sering kali lebih sukar dari membantu orang lain. Dan siapa yang dapat menolong dirinya sendiri, akan dapat menolong orang lain dengan lebih sempurna pula.”

Semoga Mbakyu berdua selalu dalam lindungan Tuhan.

Adikmu,
RA Kartini


Catatan Tambahan:

Ini adalah surat imajiner dari Kartini (21 April 1879 M – 17 September 1904 M) kepada Ratu Shima (w. 732 M), pemimpin Kerajaan Kalingga, yang secara geografis saat ini berada di wilayah Keling, Kabupaten Jepara. Surat ini juga ditujukan kepada Ratu Kalinyamat atau Retna Kencana (w. 1579 M), pemimpin Jepara, yang merupakan anak Sultan Trenggono dan cucu Raden Patah (Raja Demak). Ketiga perempuan ini adalah tokoh sentral dalam sejarah Jepara.

Nur Hayati Aida

Nur Hayati Aida

Santri yang tak kunjung khatam membaca al-Quran

You may also like

Leave a Comment