• Beranda
  • Belajar Islam
  • Hukum Islam
  • Kisah Islam
    • Hikmatus Salaf
  • Tokoh Islam
    • Tadarus Pemikiran Iqbal
  • Kolom
  • Buku & Kitab
    • Kimiya-yi Saadat
  • Penerbitan
  • Privat
    • Al-Qur’an
    • Bahasa Arab
    • Video Kajian
  • Tentang
    • Kirim Tulisan
    • Kontak
    • Portofolio
    • Redaksi
Afkaruna.id
Beragama dengan Akhlak
Tokoh Islam

Rifa’ah Tahtawi: Sang Pejuang Pendidikan untuk Perempuan

oleh Darul Siswanto Mei 5, 2020
ditulis oleh Darul Siswanto Mei 5, 2020 1.319 views

Rifa’ah Rafi’ At-Tahtawi atau dikenal dengan Rifa’ah At-Tahtawi lahir pada 15 Oktober 1801 M di kota Tahta, Mesir. Dari sang ayah, nasabnya bersambung hingga Ali bin Abi Thalib melalui Ja’far As-Shadiq, Muhammad Al-Baqir, Zainal Abidin kepada Husein bin Ali bin Abi Thalib. Sedangkan dari sang ibu, nasabnya bersambung kepada suku Khajraj dari golongan Anshar, melalui para ulama as-shalihin. Dari situ jelaslah bahwa Tahtawi lahir dalam keluarga al-asyraf, yang juga termasuk keluarga kaya pada masa itu karena previlege yang berikan pemerintah kepada para ulama dan al-asyraf.

Ketika Tahtawi berusia 5 tahun, saat Muhammad Ali Pasha mulai berkuasa di Mesir, previlege yang diberikan kepada keluarga ulama dan al-asyraf dicabut. Sehingga keluarganya kembali menjadi keluarga biasa, sehingga kemudian kesulitan secara ekonomi. Hal itu pula yang memaksa ayah Tahtawi untuk merantau bersamanya ke luar kota Tahta pada tahun 1813 M, dan berpindah dari tempat kerabatnya yang satu ke yang lainnya. Di perantaunnya ini, Tahtawi belajar membaca dan menulis, juga menyelesaikan hafalan al-Qur’an. Ia kembali ke kampung halamannya di Tahta setelah ayahnya meninggal, dan kemudian diasuh oleh paman-pamannya. Di keluarga pamannya yang penuh dengan masyayikh dan ulama inilah, Tahtawi banyak menimba ilmu, seperti ilmu nahwu, sharaf, dan fikih.

Saat usianya mencapai 16 tahun, ibu dan paman-pamannya memutuskan untuk menyekolahkan Tahtawi di Al-Azhar, Kairo. Ia menyelesaikannya masa belajarnya di Al-Azhar pada tahun 1821, saat itu ia berumur 21 tahun. Berbagai bidang ilmu ia pelajari di Al-Azhar dari para ulama dan masyayikh. Di antara guru-gurunya, yang paling berpengaruh adalah syaikh Hasan Al-Athar, yang mana Tahtawi secara konsisten menimba ilmu kepada syeikh Al-Athar sejak awal masuk Al-Azhar hingga selesai masa studi, bahkan sampai ia ikut dalam rombongan yang dikirim oleh pemerintah ke Paris pada tahun 1826 – 1831 M. Syaikh Al-Athar selalu menjadi guru dalam kehidupan dan keilmuannya, yang memiliki tempat tersendiri di hati, menyemangatinya untuk terus maju.

Sekembalinya dari Paris sebagai orang yang ditugasi untuk memimpin rombongan, mengimami salat, dan memberi nasihat-nasihat. Tahtawi aktif menerjemahkan buku-buku dari Eropa ke bahasa Arab, mendirikan berbagai lembaga pendidikan dan pemikiran, juga menduduki beberapa jabatan penting. Dari lembaga pendidikan dan pemikiran yang ia dirikan, lahir orang-orang yang membawa perubahan di Mesir, menuju pemikiran dan peradaban modern. Besarnya jasa Tahtawi dalam Pendidikan, seorang penyair Arab ternama, Ahmad Syauqi, berkata di hari kematian putra bungsu Tahtawi pada tahun 1903 M:

يَا ابْنَ الَّذِي أَيْقَظَتْ مِصْرَ مَعَارِفُهُ # أَبُوكَ لِأَبْنَاءِ البِلَادِ أَبَا

“Wahai putra seorang yang membangunkan pendidikan Mesir # Ayahmu, adalah seorang ayah bagi seluruh putra negeri.”

Perempuan dan Pendidikan

Diskriminasi terhadap perempuan adalah permasalahan sosial yang ada sejak zaman klasik, bahkan hingga zaman modern saat ini. Diskriminasi ini juga menjadi permasalahan bagi berbagai bangsa dan kebudayaan. Tahtawi yang hidup pada awal abad ke-19 melihat diskriminasi terhadap perempuan adalah suatu permasalahan yang serius. Di mana perempuan dinomorduakan dan direndahkan kedudukannya, mereka dibatasi dengan diambil hak-haknya. Perempuan dianggap sekadar pelengkap bagi kaum laki-laki.

Menurut Tahtawi, pembedaan laki-laki dan perempuan adalah menunjukkan pada perbedaan untuk sekadar identifikasi. Pembedaan ini tidak dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa yang satu lebih unggul, superior, atau bahkan lebih mulia dari yang lain. Karena dalam berbagai aspeknya, laki-laki dan perempuan adalah sama. Sama-sama memiliki kebutuhan jasmani dan rohani, memiliki panca indera zahir dan batin yang sama. Bahkan tidak jarang perempuan mampu mengerjakan apa yang dianggap masyarakat sebagai pekerjaan laki-laki. Atau sebaliknya, tidak jarang pula laki-laki mampu mengerjakan apa yang dianggap masyarakat sebagai perkerjaan perempuan. Ia mengatakan:

أَنَّ الفَضَائِلَ، مِنْ حَيْثُ هِيَ فَضَائِلُ إِنْسَانِيَّةٍ، تُوْجَدُ فِي الرِجَالِ وَالنِسَاءِ، وَلَكَنْ عَلَى وَجْهٍ مُخْتَلِفٍ فِيْ طَبَاعِهِنْ.. وَهَذِهِ الصِفَاتُ – (مثل: الشَجَاعَة، والسَخَاء، والعِفَّة، … إلخ) – عَامَةٌ فِي جَمِيْعِ أُمَمِ الدُنْيَا وَقَبَائِلِها وَأَحْيَائِهَا، وَذُكُوْرِهَا وَإِنَاثِهَا

“Sesungguhnya keutamaan, sebagai suatu keutamaan manusiawi, ada dalam setiap laki-laki dan perempuan, tetapi dalam dimensi yang berbeda karakternya.. dan sifat-sifat ini – seperti: keberanian, kedermawanan, kesederhanaan, dan sebagainya – secara umum ada di seluruh umat di dunia, seluruh suku bangsa, laki-laki dan perempuan.”

Dengan demikian, maka sudah seharusnya kesempatan untuk menjadi pribadi yang mulia dan unggul dibuka selebar-lebarnya, tanpa memandang jenis kelamin, laki-laki atau perempuan. Perempuan harus dibebaskan dari stigma yang merendahkan, menganggap perempuan diciptakan hanya untuk keperluan dapur dan kasur sehingga tak ada guna pendidikan bagi mereka. Kesempatan untuk mendapatkan pendidikan bagi perempuan, menurut Tahtawi, adalah hal yang sangat krusial. Meskipun anggapan bahwa pendidikan bukanlah hal yang perlu bagi perempuan sudah hangus termakan sejarah. Namun, pada kenyataannya, anggapan tersebut masih hidup di dalam pikiran sebagian orang. Bahkan ada pula yang mencoba melegitimasi anggapan tersebut dengan riwayat yang disandarkan kepada Nabi.

Membantah anggapan tersebut, Tahtawi menerangkan, bagaimana bisa perempuan tidak perlu berpendidikan, sedangkan jelas di antara istri Nabi Muhammad, adalah Khadijah seorang saudagar besar, ada pula Aisyah yang melalui beliau hadis-hadis dan ajaran nabi sampai kepada kita. Sehingga sangat tidak mungkin ajaran agama Islam justru menganggap tidak perlu atau bahkan melarang perempuan untuk berpendidikan. Tahtawi juga menambahkan pendidikan bagi perempuan adalah bagian dari memuliakannya. Yang mana justru membawa nilai positif bagi suatu masyarakat dan generasi selanjutnya.

إِنَّهُ كُلَّمَا كَثُرَ اِحْتِرَامُ النِسَاءِ عِنْدَ قَوْمٍ كَثُرَ أَدَبُهُمْ وَظَرَافتهُمْ، فَعَدَمُ تَوْفِيَةِ النِسَاءِ حُقُوْقَهُنَّ، فِيْمَا يَنْبَغِي لَهُنَّ الحُرِّيَّةُ فِيْهِ، دَلِيْلٌ عَلَى الطَبِيْعَةِ المُتَبَرْبرَةِ

“Semakin tinggi penghormatan suatu kaum kepada perempuan, semakin tinggi pula adab dan kesahajaan kaum itu. Dan ketika perempuan tidak terpenuhi hak-haknya di mana seharusnya kebebasan baginya atas haknya, maka itu adalah bukti bahwa kaum tersebut ada dalam budaya barbar dan licik.”

Editor: Nur Hayati Aida

Pejuang Pendidikan PerempuanPendidikan dan PerempuanRifa’ah At-TahtawiRifa’ah Rafi’ At-TahtawiRifa’ah Tahtawi
0 komentar
2
FacebookTwitterWhatsappEmail
Darul Siswanto

Alumnus Universitas Al-Azhar dan Mahasiswa Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

sebelumnya
Kimiya-yi Sa’adat (4): Kekuasaan Hati
sesudahnya
Kimiya-yi Sa’adat (5): Akar Kebaikan dan Keburukan dalam Diri Manusia

You may also like

Imam Ali, Masjid, dan Fragmen Sejarah yang Belum...

Februari 17, 2023

Imam Abu Haris Al-Muhasibi: Founder Ilmu Tasawuf

Juli 15, 2021

Tadarus Pemikiran Iqbal (4): Manusia Sempurna dan Dunia...

Juni 26, 2020

Tadarus Pemikiran Iqbal (3): Ada Iqbal di Kepala...

Mei 16, 2020

Amin al-Khuli dan Aspek Sastrawi Al-Quran

Mei 12, 2020

Tadarus Pemikiran Iqbal (2): Pesan untuk Bangsa Timur

Mei 9, 2020

Tadarus Pemikiran Iqbal (1): Rekonstruksi Pemikiran Religius dalam...

Mei 2, 2020

Abu Hayyan At-Tauhidi: Peletak Dasar Konsep Jiwa Imam...

Januari 15, 2020

Dari Nushrat al-Amin sampai Bint Syathi’: Inilah Para...

Oktober 16, 2019

Imam an-Nasafi, Ulama Besar yang Tak Banyak Dikenal

Agustus 14, 2019

Leave a Comment Cancel Reply

Save my name, email, and website in this browser for the next time I comment.

Tulisan Terbaru

  • Islam Mendukung Perempuan Berkarier di Ruang Publik
  • Imam Ali, Masjid, dan Fragmen Sejarah yang Belum Diketahui
  • Marāh Labīd: Kitab Tafsir dari Arab dengan Cita Rasa Nusantara
  • Dilema Mualaf: Urgensi Madrasah Mualaf di Indonesia
  • Menjadi Feminis Muslim

Tulisan Populer

  • 1

    Al-Fiqh Al-Akbar: Kitab Akidah Karya Imam Abu Hanifah

    April 29, 2020
  • 2

    Perjalanan Menuntut Ilmu Imam Asy-Syadzili: Diusir Guru Tiga Kali Hingga Lahirnya Thariqah Syadziliyah

    September 15, 2019
  • 3

    Faishal al-Tafriqah: Karya Imam al-Ghazali yang Mendedahkan Takfirisme

    Oktober 30, 2019
  • 4

    Imam an-Nasafi, Ulama Besar yang Tak Banyak Dikenal

    Agustus 14, 2019
  • 5

    Sayidina Ali dan Cara(nya) Membela Tuhan

    Juni 28, 2019

Kategori

  • Belajar Islam
  • Buku & Kitab
  • Hukum Islam
  • Kisah Islam
  • Kolom
  • Penerbitan
  • Tokoh Islam

Afkaruna.id didirikan untuk menyediakan bacaan berkualitas yang diulas secara mendalam. Kami fokus mengulas konten akhlak dan kisah Islam, karena wilayah ini merupakan titik temu berbagai pemikiran. Dan kami selalu percaya, akhlak ada di atas ilmu dan melampaui sekat-sekat golongan, mazhab, dan kelas sosial.

  • Facebook
  • Twitter
  • Instagram
  • Youtube
  • Email
Footer Logo

Villa Pasirwangi Blok C33, Bandung
@2019 Copyright Afkaruna.id. All Right Reserved. Redaksi.


Back To Top
Afkaruna.id
  • Beranda
  • Belajar Islam
  • Hukum Islam
  • Kisah Islam
    • Hikmatus Salaf
  • Tokoh Islam
    • Tadarus Pemikiran Iqbal
  • Kolom
  • Buku & Kitab
    • Kimiya-yi Saadat
  • Penerbitan
  • Privat
    • Al-Qur’an
    • Bahasa Arab
    • Video Kajian
  • Tentang
    • Kirim Tulisan
    • Kontak
    • Portofolio
    • Redaksi