Ada hubungan antara hati di satu sisi dan tentara yang menetap dalam diri seseorang di sisi lain. Masing-masing menimbulkan watak atau karakter tertentu terhadap hati. Beberapa di antaranya buruk dan membuatnya celaka, sementara yang lain baik dan menciptakan kebahagiaan kepadanya.
Walaupun sangat banyak, watak bisa dikelompokkan menjadi empat tipe: (a) binatang ternak, (b) binatang buas, (c) setan, dan (d) malaikat. Karena nafsu badaniah ditempatkan dalam diri seseorang, ia melakukan tindakan-tindakan hewani, seperti makan dan bersenggama dengan berlebihan. Karena amarah ditanamkan dalam dirinya, ia berlaku seperti anjing, serigala, dan singa—menyerang, membunuh, dan melakukan kekerasan fisik dan lisan kepada orang lain. Karena dusta, pengkhianatan, kemunafikan, penipuan, dan kegemaran untuk memanas-manasi publik ditempatkan dalam dirinya, ia melakukan perbuatan-perbuatan setan. Karena akal ditempatkan dalam dirinya, ia melakukan perbuatan malaikat, seperti mencintai pengetahuan dan akhlak, meninggalkan perbuatan-perbuatan tercela, memperjuangkan kebaikan di antara manusia, membuang sikap kikir, bahagia karena mendapat pengetahuan, dan menganggap ketidaktahuan dan kebodohan sebagai kekurangan.
Engkau bisa mengatakan bahwa pada hakikatnya ada empat unsur di dalam diri setiap manusia: seekor anjing, babi, setan, dan malaikat. Anjing dibenci dan tercela bukan karena anggota badan dan kulitnya; akan tetapi karena karakter yang membuatnya menyerang orang-orang. Babi dipandang jijik bukan karena penampilannya; tapi karena nafsu makannya yang berlebihan, kerakusan, dan ketamakannya terhadap barang-barang kotor dan menjijikkan. Pada hakikatnya, yang dimaksud spirit anjing dan babi adalah ini, dan hal tersebut, berlaku untuk manusia. Karakter setan dan malaikat dalam diri manusia pun berlaku dengan cara yang sama.
Manusia diperintahkan untuk mengungkap penipuan dan muslihat setan melalui cahaya akal, salah satu percikan cahaya para malaikat, sehingga setan menjadi terhina dan tak mampu untuk menuai pertengkaran (di antara manusia). Nabi Saw. bersabda, “Setiap manusia memiliki setan dalam dirinya. Bahkan aku pun begitu. Namun Allah membuatku menang dalam menghadapinya dan membuatnya takluk kepadaku. Ia tak bisa memerintahkan keburukan apa pun (kepadaku).”
Manusia juga diajari agar ia mengendalikan babi kerakusan dan anjing amarah ini. Ia harus menempatkan keduanya dalam kendali akal agar mereka tidak bangkit atau duduk kecuali karena perintah akal. Bila ia melakukannya, ia akan meraih akhlak terpuji yang merupakan benih kebahagiaan.
Namun, bila yang ia lakukan sebaliknya, dan ia sibuk untuk melayani keduanya, akhlak yang kotor akan muncul dalam dirinya, yang akan menjadi benih penderitaannya (di akhirat nanti). Bila keadaan hatinya ini diungkapkan kepadanya dalam mimpi atau ketika terjaga, misalnya, ia akan mendapati dirinya sedang melayani seekor babi, anjing, atau setan. Semua orang sudah tahu tentang nasib orang yang menyerahkan sesama Muslim sebagai tawanan bagi orang kafir di akhirat nanti. Sekarang, cobalah pikir, betapa buruknya nasib orang yang menyerahkan malaikat sebagai tawanan anjing, babi, dan setan!
Kebanyakan orang, bila mereka mau jujur dan mau bertafakur, siang dan malam cuma sibuk melayani hasrat dan keinginan ego mereka sendiri. Begitulah kondisi batin mereka, biarpun mereka berbentuk manusia. Di hari kiamat nanti, karakter-karakter tersebut akan tersingkap, dan bentuk manusia akan selaras dengan karakter mereka. Di hari itu, manusia yang didominasi nafsu dan kerakusan akan menjelma dalam bentuk seeokor babi dan manusia yang didominasi oleh amarah akan tampak dalam bentuk serigala. Karena alasan inilah, takwil mimpi seseorang yang merasa melihat seekor serigala berarti ia adalah orang yang bengis. Bila ia bermimpi melihat seekor babi, takwilnya adalah bahwa ia bukan manusia yang bersih. Karena mimpi adalah penanda kematian. Selama manusia berada jauh dari alam fisik karena tidur, bentuk mereka mengikuti karakter, sehingga setiap orang terlihat selaras dengan karakter batinnya. Ini adalah misteri agung yang tak mungkin dijelaskan dalam kesempatan ini.
Penyunting: Achmad Fathurrohman