Oleh: Achmad Fathurrohman
Kata cinta atau yang berhubungan dengan cinta dalam bahasa Arab begitu banyak; ḥubb, raḥmah, waliy, ḥawiy, ‘isyq, ḥanūn, dan lain-lain. Ini membuktikan bahwa ekspresi cinta kasih dalam bahasa Arab begitu melimpah. Kitab suci al-Qur’an dan hadis juga merekam begitu banyak ekspresi cinta. Tetapi pesan cinta dalam al-Qur’an yang melimpah tersebut saat ini seperti terhijab oleh para ekstremis. Mereka membajak ayat-ayat cinta. Pesan damai yang diajarkan seperti tidak ada, yang tampak hanya propaganda kebencian.
Saat ini, Islam adalah agama yang paling menarik perhatian, sekaligus yang paling disalahpahami. Media sering menggambarkan kekerasan yang dilakukan sebagian umat Muslim. Pemberitaan ini tidak sepenuhnya salah. Kekerasan yang menggunakan justifikasi agama memang ada, kita harus berani mengakuinya. Sebagian orang memang sengaja menyebar teologi kebencian.
Pesan cinta al-Qur’an bagi umat manusia sengaja dikubur oleh sebagian orang untuk kepentingan tertentu. Sayangnya, yang tidak setuju dengan teologi kebencian pun agak malu dan ragu-ragu untuk menyampaikan pesan cintanya. Padahal dalil naqli dari al-Quran dan hadis sangat melimpah. Manusia modern saat ini butuh cinta, tanpa terkecuali. Kita sudah jenuh dengan berbagai pesan kebencian di banyak kesempatan. Saling menyalahkan, menyudutkan, dan menistakan manusia lainnya karena berbeda pandangan. Fenomena ini tidak hanya dialami umat Muslim, hampir semua agama mengalami hal yang sama. Manusia modern sedang mengalami gejala semangat mengibarkan bendera perbedaan primordial daripada mengangkat bendera persamaan dan cinta.
Islam adalah agama yang didasari cinta. Mari kita cermati tafsir Muhammad Asad dalam The Message of the Quran terhadap QS Ali ‘Imrān [3]: 31:
قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ
“Katakanlah [wahai Nabi] :“Jika kalian mencintai Allah, ikutilah aku, [dan] Allah akan mencintai kalian.”
Ayat ini memberikan penegasan kepada umat Muslim, “Jika kalian mencintai Allah” maka “Allah akan mencintai kalian” ayat ini diawali dengan cinta dan diakhiri dengan cinta. Kita harus melihat struktur urutan ayat ini, karena al-Qur’an adalah mukjizat seluruhnya, termasuk strukturnya perlu kita perhatikan. Mencintai Allah berarti mencintai seluruh ciptaan-Nya, bukan sebaliknya, mencintai Allah malah menyusahkan ciptaan-Nya.
Narasi tentang cinta juga begitu banyak dalam hadis sahih Nabi Muhammad Saw., “Rahmatilah makhluk Tuhan yang ada di Bumi, maka para penduduk langit akan merahmatimu.” Dalam hadis lainnya, “Tidaklah kalian masuk surga sampai kalian beriman, dan tidaklah kalian beriman kecuali saling mencintai.” Di sini raḥmah menjadi inti keimanan.
Mari kita teliti arti kata raḥmah. Dalam bahasa Arab raḥmah tidak hanya berarti kasih sayang, lebih dari itu, raḥmah satu akar kata dengan raḥim tempat ibu mengandung. Dua kata ini memiliki kedekatan makna, raḥmah seperti rahim seorang ibu yang tidak hanya memiliki kasih sayang terhadap anaknya, melainkan ada cinta, perlindungan, kasihan, pemberian tak terbatas, pengasuhan, pengajaran, dan pemeliharaan. Cinta sebagai inti agama perlu selalu kita kampanyekan, Rasūl al-Raḥmah tidak hanya mendidik kita untuk mengasihi manusia yang beragama Islam saja, tetapi seluruh manusia yang ada di muka bumi, bahkan seluruh makhluk Tuhan di alam semesta, termasuk hewan, gunung, dan tumbuhan. Mencintai seluruh makhluk-Nya di bumi, agar kita dicintai para makhluk-Nya yang di langit.
Dalam ayat yang lain:
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِّلْعَالَمِينَ
Tujuan diutusnya Nabi Muhammad Saw. adalah untuk membawa raḥmah, yaitu cinta, perlindungan, kasih sayang, kasihan, pemberian tak terbatas, pemeliharaan, penjagaan, bagi alam semesta. Itulah fungsi agama bagi umat manusia. Kehadirannya tidak untuk mengancam tetapi memberi harapan.
Cinta adalah esensi beragama. Fazlur Rahman, seorang pemikir kelahiran India, mengatakan inti ajaran agama adalah keadilan berdasarkan raḥmah. Lagi-lagi raḥmah menjadi fondasi. Filsuf Mulla Sadra mengatakan,“Akal pun jika tidak diterangi cahaya cinta, tidak akan dapat mencapai kapasitas idealnya.” Hal ini dikuatkan oleh pendapat Imam Ja’far Shadiq, “Agama adalah cinta, cinta adalah agama, apakah ada agama jika tanpa cinta?”
Allah Swt. mencipta manusia dengan penuh cinta, agama sebagai jalan hidup manusia adalah manifestasi cinta-Nya. Jika manusia tidak memiliki cinta, berarti hatinya jauh dari bimbingan cahaya Ilahi. Hanya cahaya yang bisa memadamkan kegelapan, hanya ilmu yang dapat menghilangkan kebodohan, hanya cinta yang mampu mengatasi kebencian. Semoga hati dan perilaku kita selalu terbimbing cahaya Ilahi, agar terus menebar cinta.