Satu waktu sahabat sedang duduk mengelilingi Nabi Muhammad Saw. Pada kesempatan itu Nabi Muhammad berkata, “Sebentar lagi akan lewat seseorang yang menjadi ahli surga.” Tak lama berselang, muncullah satu sahabat Anshar dengan janggut lebatnya yang basah karena wudhu. Lelaki itu lewat sembari mengapit sandal di lengan kirinya.
Keesokan hari, para sahabat kembali berkumpul bersama Nabi Muhammad Saw. dan beliau kembali berkata, “Akan lewat sebentar lagi seseorang yang menjadi ahli surga.” Kemudian muncul lelaki Anshar yang sama seperti kemarin.
Pada hari ketiga Nabi Muhammad mengulang perkataan itu, sekali lagi lelaki Anshar itu muncul tak lama setelah Nabi Muhammad berkata.
Abdullah bin Amr adalah satu di antara sahabat yang hadir bersama Rasulullah dan menyaksikan kejadian itu terulang tiga kali. Abdullah bin Amr ingin mengetahui amal si lelaki Anshar tersebut sampai disebut tiga kali oleh Nabi Muhammad Saw. sebagai calon penghuni surga.
Sebegitu ingin tahunya, Abdullah bin Amr mengarang sebuah cerita bahwa ia sedang marah pada ayahnya, dan berjanji selama tiga hari tidak akan pulang ke rumah ayahnya. Rekaan itu ia sampaikan pada lelaki Anshar (yang dikatakan Nabi sebagai ahli surga) dengan maksud diperbolehkan menginap di rumah sahabat Anshar tersebut. Hal itu dilakukan dengan maksud untuk mengetahui amalan apa yang diperbuat oleh lelaki Anshar itu hingga Nabi Muhammad Saw. menyebutnya sebagai ahli surga.
Sahabat Anshar itu menerima permintaan Abdullah bin Amr. Selama tiga hari Abdullah selalu memperhatikan setiap gerak yang dilakukan lelaki Anshar, semua kegiatan yang berkaitan dengan ibadah.
Anehnya, Abdullah bin Amr hanya melihat lelaki Anshar itu seperti kebanyakan kaum Muslim lainnya; mengerjakan ibadah yang wajib saja. Bahkan pada malam hari, Abdullah bin Amr tak menjumpai lelaki Anshar itu shalat malam. Ia hanya melihat lelaki Anshar itu membalikkan tubuhnya dibarengi dengan ucapan Allahu Akbar. Ibadah lelaki Anshar yang dibilang Nabi Muhammad ahli surga ini tak ada yang istimewa, begitu pikir Abdullah bin Amr.
Abdullah bin Amr kian penasaran dengan amalan lelaki Anshar itu. Ia memberanikan diri bertanya pada lelaki Anshar dengan terlebih dahulu menceritakan kronologinya dan rekaan kisahnya yang sedang marah pada sanga ayah.
“Tak ada yang istimewa ibadah yang aku lakukan. Aku tak lebih dari apa yang Anda lihat selama tiga hari bersamaku,” jawab lelaki Anshar tersebut.
Selepas mendengar jawaban itu, Abdullah bin Amr pun berjalan pulang. Namun, belum lama ia berjalan, Abdullah bin Amr dipanggil oleh lelaki Anshar itu. Kemudian lelaki Anshar itu berkata:
“Aku memang tak lebih dari apa yang Anda lihat. Hanya saja aku tak pernah menyimpan niat jelek, kebencian, atau dengki terhadap kebaikan yang diberikan Allah kepada Muslim yang lain.”
“Itulah yang menyebabkan Anda sampai pada kedudukan yang mulia. Hal seperti ini tidak mampu aku lakukan,” sahut Abdullah bin Amr.
Ini hanyalah nasihat pada diri sendiri yang sedih melihat orang lain dalam keadaan susah. Tetapi, lebih mudah bersedih saat orang lain mendapatkan lebih banyak dan lebih baik dari apa yang kita miliki saat ini. Bahagia dengan kehendak baik Allah Swt. pada saudara kita adalah pintu kebahagiaan diri untuk menjadi bahagia, dan membebaskan diri dari belenggu.