Imam Sibawayh, Mahaguru Ilmu Nahwu

oleh Achmad Fathurrohman
1K views

Imam Sibawayh (760-796 M) seorang ahli gramatika yang paling terkenal dalam sejarah bahasa Arab, meskipun sebenarnya dia berkebangsaan Persia yang tidak bagus bercakap bahasa Arab. Selama hayatnya dia telah menghasilkan buku karangan yang sangat besar dan bermanfaat, yaitu Kitab al-Sibawayh, buku ini dianggap telah mengalahkan kitab-kitab linguistik yang telah ada sebelumnya, dan memuaskan generasi sesudahnya. Jika ada orang yang mengatakan, al-Kitab maka yang dimaksudkan adalah Kitab al-Sibawayh. Dia meninggal dunia dalam usia yang relatif muda, tiga puluh dua tahun, ada yang mengatakan tiga puluh enam tahun.

 Semua buku nahwu yang dikarang sesudah era Imam Sibawayh, didasarkan atas buku karangannya. Dia juga suka mengumpulkan syair-syair para ulama linguistik yang dia dengar sendiri. Sibawayh tidak hanya merangkum pendapat mereka, dia juga terkadang mengkritisi, karena dia memiliki kepribadian yang kuat, yang mampu menunjukkan keandalannya dalam berargumentasi. Dia membuktikan kebenaran dengan dalil yang kuat.

Tidak ada sedikit pun dasar dan kaidah dalam kitab Sibawayh yang diubah oleh generasi setelahnya. Karena sebetulnya Sibawayh, untuk urusan bahasa, selalu merujuk kepada orang Badui yang dianggap “orang Arab paling fasih.” Hal ini menunjukkan kepada kita betapa kaidah bahasa Arab sangat bergantung kepada pemakaian bahasa orang Badui. Atas dasar ini, Sibawayh tidak membangun kaidahnya berdasarkan syair-syair modern melainkan riset kepada bahasa orang-orang pedalaman padang pasir.

Di antara usaha besar Imam Sibawayh—mazhab nahwu Basrah—untuk bahasa Arab, ia telah meletakkan dasar bahasa yang diperkuat oleh struktur kata dan logikanya. Dia menolak kerancuan logika, yang muncul karena riwayat-riwayat yang lemah, palsu, dan tidak sejalan dengan logika bahasa. Di antara pendapatnya ialah hendaknya orang yang bercakap-cakap dengan suatu bahasa menggunakan kaidah umum dengan teliti. Bahasa jangan diselewengkan dari kaidah umum yang berlaku, khususnya bahasa Arab yang tumbuh dari berbagai dialek kabilah yang bermacam-macam yang satu sama lain jauh berbeda. Sibawayh selalu mengingatkan kita untuk menghindari kerancuan seperti itu. Jika kebenaran yang rancu, seperti dalam ayat al-Qur’an, إِنْ هَٰذَانِ لَسَاحِرَانِ , yang seharusnya tidak mungkin diletakkan huruf “إِنْ” maka Sibawayh berkata, “Itulah kerancuan yang dijaga, dan tidak dibandingkan dengan yang lain.” Sibawayh hanya ingin menerapkan dengan betul aturan yang berlaku dalam bahasa, meskipun kadang menyakitkan sebagian orang. Jika dia mendengar sesuatu yang bertentangan dengan aturan bahasa, dia mengategorikan penentangan dengan masalah pribadi yang hanya dapat diterima oleh orang tersebut, orang lain tidak dibolehkan untuk meniru melakukannya, sehingga kesalahan tidak menyebar dan merusak kaidah bahasa. Begitulah hendaknya. Karena jarang sekali penakwilan yang sesuai dengan kaidah bahasa, walaupun penakwilan itu dipaksakan, seperti yang terjadi dalam kasus bacaan ayat di atas.

Adapun nahwu mazhab Kufah, yang sangat permisif terhadap segala hal yang dilakukan oleh orang Arab. Mazhab ini membolehkan pemakai bahasa Arab sesuka mereka, meskipun pemakaiannya menyalahi kaidah umum yang berlaku. Bahkan meletakkan dasar kaidah bahasa di atas bahasa yang rancu itu. Tidak syak, bahwa kedudukan Sibawayh sangat penting dan bermanfaat bagi keutuhan bahasa Arab untuk masa yang akan datang.

Achmad Fathurrohman

Achmad Fathurrohman

Pemimpin Redaksi Afkaruna.id

You may also like

Leave a Comment