Meski kesetaraan gender sudah sering digaungkan, nyatanya masih banyak masyarakat yang menganggap bahwa kelahiran anak laki-laki lebih baik daripada anak perempuan.
Ungkapan seperti:
- “Ayo nambah lagi biar dapat laki-laki.”
- “Wah, anak pertama perempuan, yang kedua harus laki-laki.”
- “Belum punya jagoan, ya? Masak anaknya perempuan semua.”
masih sangat umum terdengar dalam obrolan masyarakat kita.
Namun, mengapa begitu banyak orang tua yang berambisi menginginkan anak laki-laki ketimbang anak perempuan? Ternyata, ini alasannya! Setidaknya, ada tiga alasan mengapa seseorang bisa berpendapat bahwa anak laki-laki lebih baik dari anak perempuan.
- Nilai Budaya dan Tradisi
- Pembagian Peran Berdasarkan Jenis Kelamin
- Harapan Sosial
Mari kita ulas satu per satu!
Nilai Budaya dan Tradisi
Beberapa masyarakat memiliki nilai budaya dan tradisi yang memberikan preferensi khusus terhadap anak laki-laki. Misalnya, dalam beberapa budaya, anak laki-laki dianggap sebagai penerus keluarga yang akan melanjutkan nama keluarga dan mewarisi harta keluarga.
Anak perempuan dianggap tidak bisa mewarisi harta keluarga sepenuhnya dan tidak bisa melanjutkan nama keluarga, seperti marga. Hal ini menimbulkan anggapan bahwa ketika seseorang hanya memiliki anak perempuan, maka keturunannya dianggap “terputus.”
Padahal, kita semua tahu bahwa Rasulullah Saw. memiliki keturunan melalui putrinya, yaitu Fatimah r.a.
Pembagian Peran Berdasarkan Jenis Kelamin
“Pengen punya anak laki-laki biar bisa diajak main bola.”
“Pengen punya anak laki-laki biar bisa kerja keras.”
“Pengen punya anak laki-laki agar bisa memimpin.”
Kita pasti sering mendengar kalimat semacam itu, padahal bermain bola, bekerja keras, maupun memimpin sekalipun dapat dilakukan oleh perempuan.
Pembagian peran berdasarkan gender yang dikotomi akan menghasilkan penilaian yang keliru terhadap peran perempuan ketika melakukan aktivitas yang dianggap maskulin, maupun terhadap laki-laki ketika melakukan aktivitas yang dianggap feminin.
Seringkali muncul ungkapan yang merendahkan ketika laki-laki melakukan tugas yang dianggap sebagai milik perempuan atau sebaliknya, seperti:
- “Anak perempuan kok main bola? Laki-laki kok main masak-masakan?”
- “Perempuan nggak usah belajar nyetir, itu tugasnya laki-laki.”
- “Suami kok dibiarin nyapu, istrinya ngapain?”
Padahal, jenis kelamin tak seharusnya membatasi aktivitas dan kreativitas seseorang selama ia mampu melakukannya.
Harapan Sosial
Ada anggapan umum di masyarakat patriarkal bahwa memiliki anak laki-laki berarti memiliki penerus yang sukses. Hal ini muncul karena seringkali anak laki-laki dianggap lebih mampu menghasilkan lebih banyak uang ketimbang perempuan.
Padahal, banyak sekali perempuan yang berkarier dan mampu berpenghasilan besar.
Lalu, Bagaimana Seharusnya Kita Bersikap?
Dalam buku Perempuan (Bukan) Makhluk Domestik karya Faqihuddin Abdul Kodir, dituliskan bahwa Islam hadir dengan teologi yang revolusioner, menyajikan kemanusiaan laki-laki dan perempuan untuk menghilangkan tradisi Jahiliah yang mengunggulkan anak laki-laki. Nabi Muhammad Saw. menyampaikan berbagai pernyataan untuk membuat tradisi baru dan mendekatkan diri pada bayi-bayi perempuan dengan cara memangku dan menggendong mereka (hal. 156).
Dikisahkan dalam buku Perempuan (Bukan) Makhluk Domestik, Rasulullah Saw. memberikan banyak teladan bagaimana memuliakan anak perempuan, mulai dari merayakan kelahirannya dengan menyembelih hewan akikah (hal. 157), memuji seorang ibu yang mengasuh putrinya dan menjanjikan sang ibu terbebas dari api neraka (hal. 157), hingga menunjukkan keteladanan langsung dengan sering mengajak bermain anak perempuan dan menggendongnya ketika salat (hal. 159).
Dari semua pernyataan dan teladan Nabi Saw. tentang anak perempuan, kita disadarkan bahwa di mata Islam, bayi laki-laki dan bayi perempuan sama-sama bermartabat sebagai manusia yang mulia.
Tidak ada alasan bagi kita untuk menganggap bahwa jenis kelamin tertentu lebih baik daripada yang lain, atau bahwa kelahiran bayi laki-laki jauh lebih diharapkan daripada perempuan.
Semua anak adalah setara dan mulia di hadapan Allah Swt.
Apakah Anak Laki-Laki Lebih Baik dari Anak Perempuan?
Sebagai seorang Muslim yang meyakini bahwa ajaran Islam itu mengusung nilai-nilai keadilan dan rahmat bagi seluruh alam, maka tak ada alasan untuk mengatakan bahwa anak laki-laki lebih baik daripada anak perempuan atau sebaliknya. Penilaian tentang baik atau buruk tidak boleh didasarkan pada jenis kelamin seseorang, sebab jenis kelamin bukan pula kehendak manusia. Setiap anak, baik laki-laki maupun perempuan, memiliki potensi unik, kemampuan, dan bakat yang harus dihargai dan dikembangkan.
Sangat penting bagi kita, baik personal maupun komunal untuk menghindari stereotip gender dan mengakui bahwa setiap individu memiliki keunikan dan kontribusi yang berbeda. Anak-anak, baik laki-laki maupun perempuan, memiliki potensi luar biasa dalam berbagai bidang seperti pendidikan, karier, olahraga, seni, dan banyak lagi. Setiap anak memiliki hak yang sama untuk mendapatkan kesempatan yang setara dalam kehidupan mereka, tentu saja tanpa diskriminasi berdasarkan jenis kelamin mereka.
Kita harus berupaya untuk terus mempromosikan kesetaraan gender, menghargai keberagaman, dan membangun masyarakat yang adil di mana anak-anak dapat tumbuh dan berkembang sesuai potensi mereka, tanpa dibatasi oleh stereotip atau prasangka. Inilah cerminan ajaran Islam sesungguhnya yang memuliakan manusia dari takwa, bukan jenis kelamin semata.
Rasa-rasanya, perjalanan kesadaran menuju keadilan gender masih panjang, ya? []