Pada masanya, rumah Sayidina Hasan selalu terbuka bagi siapa saja yang membutuhkan tempat atau musafir. Bukan hanya ruang tamu yang dibuka lebar bagi para tamu, melainkan juga ruang makan dan segala hidangan di meja makan diperuntukkan bagi semua tamu yang datang dan membutuhkan.
Satu waktu bertandanglah seorang tamu ke kediaman Sayidina Hasan. Tamu itu kemudian menuju dapur dan makan, tetapi ia tak menghabiskan makanannya. Ia kemudian mencari wadah untuk sisa makanan tersebut, ia membungkusnya dengan rapi.
Melihat hal itu, Sayidina Hasan lantas bertanya, “Untuk apa atau siapakah makanan itu?”
“Untuk laki-laki tua yang bekerja di kebun kurma milik Yahudi, ia selalu terlihat lelah karena bekerja!” Jawab sang tamu.
Mendengar jawaban dari tamu itu, Sayidina Hasan lalu menunduk dan menangis. Sang tamu bingung, lalu bertanya pada Sayidina Hasan.
“Salahkah bila aku memberi makanan pada laki-laki yang bekerja di kebun kurma itu?” Tanya si tamu.
“Tidak!” Jawab Sayidina Hasan.
“Lalu kenapa Engkau menangis?”
“Laki-laki tua yang tampak lelah yang bekerja di kebun kurma milik Yahudi itu adalah ayahku, Sayidina Ali ibn Abi Thalib. Beliau bekerja seperti itu karena ingin setiap orang yang tak memiliki apa-apa bisa menikmati makanan saat mereka lapar. Beliau bekerja seperti itu untuk menyediakan tempat bagi mereka yang tak tahu harus berteduh di mana.”