“Dia gila!”
“Dia menjadi gila!”
“Uwais sudah gila!”
Olok-olokan itu berlangsung selama hampir 8 bulan. Setiap petang dan pagi hari, Uwais Al-Qarni dengan penuh semangat menggendong lembu naik turun bukit.
Kelakuan Uwais Al-Qarni itu bermula saat ibunya mengutarakan keinginan menunaikan ibadah haji. Saat itu, ekonomi mereka dalam keadaan papa, unta atau kuda sebagai alat transportasi juga tak punya. Bagaimana membawa ibunya yang sudah sepuh dan lumpuh menuju Makkah?
Berbulan-bulan Uwais Al-Qarni dikira gila karena naik turun bukit menggendong lembu. Hal itu dilakukan sebagai usahanya berlatih menggendong ibunya dari Yaman ke Makkah, jaraknya lebih dari 1000 kilometer untuk melakukan perjalanan ibadah haji.
Setiap minggu beban lembu bertambah, otot Uwais Al-Qarni dilatih agar terbiasa dengan beban berat. Dengan begitu, menggendong ibunya dari Yaman menuju Makkah bukanlah hal yang mustahil. Otot-otot punggungnya telah terbiasa dengan beban berat.
Perjalanan ibadah itu akhirnya terjadi juga. Sesampainya di Makkah, Uwais Al-Qarni dan ibunya khusyuk menjalankan ibadah. Di tengah-tengah ibadah itu Uwais berdoa:
“Ya Rabb, semoga Engkau mengampuni dosa-dosa orangtua hamba.”
Mendengar doa itu, ibu Uwais Al-Qarni bertanya pada anaknya:
“Nak, kenapa engkau memohonkan maaf hanya untuk ibu?”
“Sudah Bu. Jika dosa-dosa ibu diampuni oleh Allah Swt. dan masuk surga. Cukup bagiku keridhaan ibu yang membawaku ke surga.” Jawab Uwais.
Sepotong cerita takzim Uwais Al-Qarni ini adalah bentuk bakti seorang anak pada ibunya. Meski kita tahu, bakti kita tak akan pernah lunas untuk membayar seluruh cinta kasih dan pengorbanan ibu pada anaknya.