Pernah merasa sendiri dan ditinggalkan? Atau merasa menjadi orang paling teraniaya dan tak dipedulikan sekitar? Atau merasa keberadaan diri sendiri di lingkungan terbaikan. Bahkan merasa Tuhan—satu-satunya tempat mengadu—juga terasa begitu tidak adil meletakkan nestapa dan kesedihan pada diri kita?
Jika jawabannya adalah iya. Tenang. Anda tidak sendiri. Hampir semua orang di muka bumi ini merasa sangat terpuruk, sendiri, dan bahkan ditinggalkan Tuhan. Dan Anda tahu? Pun Nabi Muhammad yang agung itu pernah berada pada posisi itu.
Satu waktu di tahun 619 Masehi, Nabi Muhammad merasakan kesedihan tak terhingga, sampai-sampai tahun ini mendapatkan julukan ‘amul huzni (tahun kesedihan). Kesedihan bermula ketika Nabi Muhammad merasa bahwa dirinya ditinggal oleh orang-orang terkasihnya.
Pertama, pada bulan Rajab di tahun kesepuluh kenabian. Paman Nabi Muhammad, Abu Thalib juga wafat. Laki-laki itu yang membuat jiwa Muhammad kuat. Abu Thalib adalah perisai bagi Nabi Muhammad. Abu Thalib juga yang mengajak Muhammad muda untuk pertama kalinya melakukan perjalanan bisnis dengan berdagang di negeri Syam (Suriah). Abu Thalib mengemban tugas sebagai ayah Muhammad setelah ayah Muhammad meninggalkan dunia.
Kedua, tak selang berapa lama. Hanya berselang 2 bulan saja Istri Nabi Muhammad, Khadijah, wafat pada hari kesebelas Ramadan. Khadijah meninggalkan jasa yang begitu banyak bagi Nabi Muhammad dan kepada Islam. Betapa tidak Khadijahlah adalah orang pertama yang mengimani lelaki berusia 40 tahun itu menjadi Nabi. Khadijah mendekap erat saat Nabi Muhammad tergopoh sembari mengucap zammiluni, zammiluni.
Khadijah dengan kekayaan dan sumber daya yang dimiliki habis-habisan menyokong dan mendukung Nabi Muhammad dalam mengemban misi dakwah di tengah-tengah kaum
Quraish tengah murka dengan ajaran baru. Dampaknya apa? Dagangan Khadijah diboikot. Kekayaan hasil berbisnis Khadijah habis tak bersisa.
Apakah di tahun itu kesedihan hanya berhenti di sana. Tidak. Nabi Muhammad juga tak mendapatkan kunjungan Jibril untuk menerima wahyu. Karena ini pula kaum musyrik mengejek Nabi Muhammad. Nabi Muhammad pun sampai mengira-ngira, apakah ia benar-benar ditinggalkan dan diabaikan?
Tak selang berapa lama turunlah surah Ad-Dluha. Ayat ini turun bukan hanya sebagai respons terhadap prasangka Tuhan telah mengabaikan Nabi Muhammad, tetapi juga sebagai penghiburan bagi Nabi Muhammad yang telah mengalami kesedihan bertubi-tubi.
Salah satu di antara ayatnya berbunyi demikian “Tuhanmu tidak pernah meninggalkanmu, pula tidak sedang membencimu”. Ini adalah versi terjemahan yang paling Penulis suka yang dinukil dari Jalaluddin Rachmat.
Jadi, ketika kamu merasa sendiri dan merasa diabaikan. Ingat, Tuhan tak pernah meninggalkanmu, pula tidak sedang membenci. Meski, misalnya, kamu telah berkali-kali meninggalkan dan melupakan Tuhan, Tuhan akan tetap menerima “pelukanmu” saat kamu pulang kepada-Nya.