Media sekarang, lebih cenderung menayangkan sesuatu yang lebih entertain, daripada sesuatu yang seharusnya mendapat perhatian lebih besar. Sesuatu yang trending dan viral di media sosial, di berita, serta dibicarakan kebanyakan orang, hal tersebut tidaklah mewakili realitas yang sebenarnya, dan menjadikan sebuah pemikiran bahwa sesuatu yang viral itu adalah suatu kebenaran pasti, dimana kita harus memikirkan lebih, harus mewaspadai, sehingga tenaga kita habis untuk memikirkan sesuatu yang viral tersebut.
Bisa jadi yang viral adalah perselingkuhan dan perceraian, padahal yang mengkhawatirkan yaitu dimana mayoritas generasi muda saat ini takut untuk menikah. Atau hanya karena ikut-ikutan tren semata, berakibat pada masa depan, seperti kejadian dimana beberapa anak KKN diusir, lantaran membuat video menyindir penduduk setempat. Ironis bukan?.
Di agama Islam kita selalu diajarkan untuk memiliki sopan-santun, bagaimana menghormati yang lebih tua, bagaimana mengayomi yang lebih muda, bagaimana cara menerima tamu yang baik, serta bagaimana menjadi tamu yang baik. Seperti dikutip dalam surah An-Nur ayat 61:
لَيْسَ عَلَى الْاَعْمٰى حَرَجٌ وَّلَا عَلَى الْاَعْرَجِ حَرَجٌ وَّلَا عَلَى الْمَرِيْضِ حَرَجٌ وَّلَا عَلٰٓى اَنْفُسِكُمْ اَنْ تَأْكُلُوْا مِنْۢ بُيُوْتِكُمْ اَوْ بُيُوْتِ اٰبَاۤىِٕكُمْ اَوْ بُيُوْتِ اُمَّهٰتِكُمْ اَوْ بُيُوْتِ اِخْوَانِكُمْ اَوْ بُيُوْتِ اَخَوٰتِكُمْ اَوْ بُيُوْتِ اَعْمَامِكُمْ اَوْ بُيُوْتِ عَمّٰتِكُمْ اَوْ بُيُوْتِ اَخْوَالِكُمْ اَوْ بُيُوْتِ خٰلٰتِكُمْ اَوْ مَا مَلَكْتُمْ مَّفَاتِحَهٗٓ اَوْ صَدِيْقِكُمْۗ لَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ اَنْ تَأْكُلُوْا جَمِيْعًا اَوْ اَشْتَاتًاۗ فَاِذَا دَخَلْتُمْ بُيُوْتًا فَسَلِّمُوْا عَلٰٓى اَنْفُسِكُمْ تَحِيَّةً مِّنْ عِنْدِ اللّٰهِ مُبٰرَكَةً طَيِّبَةً ۗ كَذٰلِكَ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمُ الْاٰيٰتِ لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُوْن
Artinya: Tidak ada halangan bagi orang buta, orang pincang, orang sakit, dan dirimu untuk makan (bersama-sama mereka) di rumahmu, di rumah bapak-bapakmu, di rumah ibu-ibumu, di rumah saudara-saudaramu yang laki-laki, di rumah saudara-saudaramu yang perempuan, di rumah saudara-saudara bapakmu yang laki-laki, di rumah saudara-saudara bapakmu yang perempuan, di rumah saudara-saudara ibumu yang laki-laki, di rumah saudara-saudara ibumu yang perempuan, (di rumah) yang kamu miliki kuncinya, atau (di rumah) kawan-kawanmu. Tidak ada halangan bagimu untuk makan bersama-sama mereka atau sendiri-sendiri. Apabila kamu memasuki rumah-rumah itu, hendaklah kamu memberi salam (kepada penghuninya, yang berarti memberi salam) kepada dirimu sendiri dengan salam yang penuh berkah dan baik dari sisi Allah. Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat(-Nya) kepadamu agar kamu mengerti.
Dalam ayat tersebut, kita diperintahkan untuk meminta izin terlebih dahulu sebelum memasuki rumah orang lain, itu termasuk dasar dari sebuah adab atau sopan santun dari seorang tamu kepada tuan rumah.
Begitu pula ketika membicarakan sesuatu, harus jelas asal usulnya, seperti yang dikutip dalam Hadis riwayat Muslim: “jika kamu berbicara (menyampaikan ucapan) tentang suatu perkara kepada suatu kaum, padahal perkara itu tidak terjangkau (tidak dipahami) oleh akal pikiran mereka, niscaya akan membawa fitnah di kalangan mereka”. (HR. Muslim)
Dari Hadis tersebut, bisa disimpulkan bahwa dalam menyampaikan sesuatu atau membawa sebuah berita, kita tidak bisa asal bicara dan menyampaikan, akan tetapi harus ditelusuri dulu sumbernya. Apalagi di era sekarang, dimana teknologi berkembang begitu pesat, serta akses informasi yang tak terbatas, kita harus jeli dalam memilah berita, apakah sudah sesuai realita atau hoax semata.
Lalu ada kepala sekolah yang menyebut caper kepada seorang siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang membakar sekolahnya.
Sungguh miris mengetahui generasi penerus bangsa kita nekat melakukan hal tersebut, apalagi ditanggapi hanya sebagai ajang caper belaka oleh sosok yang seharusnya dapat mendidik serta mengayomi, dan justru malah menindas tak menghargai, padahal sang anak mengaku sakit hati karena sering diejek dan dikeroyok oleh teman-temannya. Ditambah dengan guru yang tidak menghargai karyanya, siswa tersebut berkata bahwa sang guru merobek karyanya tanpa ada alasan yang jelas.
Di dalam Al-Qur’an, surah Luqman ayat 13 tertulis:
وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لِابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَابُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ
Artinya: Dan ingatlah ketika Luqman berkata kepada anaknya, ketika dia memberi pelajaran kepadanya, ‘wahai anakku! janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan Allah adalah benar-benar yang besar’.
Ayat ini menjelaskan bahwa dalam mendidik anak hendaknya dengan nasihat-nasihat yang baik, sehingga dapat dimengerti dan diterima oleh anak.
Masih di surah Luqman ayat 16, dalam hal mendidik anak harus ditanamkan sejak dini bahwa segala perbuatan seberat biji sawi pun, akan mendapatkan balasan. Maksudnya, agar anak-anak kita dapat melakukan perbuatan-perbuatan yang baik, serta dapat menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan yang buruk.
يَابُنَيَّ إِنَّهَا إِنْ تَكُ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِنْ خَرْدَلٍ فَتَكُنْ فِي صَخْرَةٍ أَ وْ فِي السَّمَاوَاتِ أَوْ فِي الْأَرْضِ يَأْتِ بِهَا اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ لَطِيفٌ خَبِيرٌ
Artinya: Luqman berkata, ‘Wahai anakku! Sungguh, jika ada sesuatu perbuatan seberat biji sawi dan berada di batu baik di langit atau di bumi, niscaya Allah akan membalasnya. Sesungguhnya Allah Maha Halus dan Maha Teliti.
Kemudian dalam surah Luqman ayat 17:
يَابُنَيَّ أَقِمِ الصَّلَاةَ وَأْمُرْ بِالْمَعْرُوفِ وَانْهَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَاصْبِرْ عَلَ ى مَا أَصَابَكَ إِنَّ ذَلِكَ مِنْ عَزْمِ الْأُمُورِ
Artinya: Wahai anakku! Laksanakanlah shalat dan suruhlah manusia melakukan yang ma’ruf dan cegahlah mereka dari yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpamu. Sejujurnya yang demikian itu termasuk masalah yang penting.
Kita harus senantiasa mendidik anak-anak untuk mendirikan sholat, mematuhi perintah agama, serta melakukan yang ma’ruf dan menjauhkan diri dari kemungkaran.
Tak hanya sebuah nasihat seperti dari beberapa ayat tersebut. Tetapi, akan jauh lebih baik, bila sebagai pendidik dapat memberikan teladan-teladan yang baik seperti halnya Rasulullah Saw. terhadap umatnya, sehingga dapat ditiru dan diamalkan. Bukannya meremehkan atau bahkan menindas seorang anak, karena setiap anak pantas untuk merasa dihargai dan diperhatikan.
Bukan hanya untuk orang-orang Islam saja, melainkan sebagai manusia yang terdidik dan berpendidikan, hendaknya kita memiliki etika dan sopan-santun dalam bermasyarakat dan bermedia.
Sumber:
@Qulkharan, The Power of Believe, (Yogyakarta: DIVA Press, 2016).
https://quran.kemenag.go.id/quran/per-ayat/surah/24?from=1&to=64, Diakses pada pukul 21.30, Minggu, 09 Juli 2023.
https://www.facebook.com/100063719133570/posts/pfbid0Ea9hQ7zMhJ4K5vrbTf9Cy53oU2WESMhL1X7st8ZkxnoUFyfCuQjdxkpFvw5Azxnpl/?app=fbl, Diakses pada 22.20, Minggu, 09 Juli 2023.
https://www.tiktok.com/t/ZSLfGkB1U/, Diakses pada pukul 11:02, Kamis, 13 Juli 2023.