Mungkin sebagian muslim telah mengetahui bahwa Islam sama sekali tidak membatasi perempuan agar menjadi sekadar ‘penjaga rumah’ dan hanya bekerja di ranah domestik. Akan tetapi, teladan dari orangtua dan masyarakat yang masih melekat ialah perempuan identik dengan mengurus anak, membersihkan rumah, memasak, dan mencuci. Sementara itu, laki-laki identik dengan pekerjaan publik di luar rumah dengan tujuan utama mencari nafkah.
Buku “Perempuan (Bukan) Makhluk Domestik: Mengaji Hadis Pernikahan dan Pengasuhan dengan Metode Mubadalah” hadir sebagai sebuah karya luar biasa dari penulis Faqihuddin Abdul Kodir yang oleh koleganya sering dipanggil ‘Kang Faqih’. Buku ini membahas isu-isu yang berkaitan dengan perempuan dalam Islam, terutama tentang pernikahan dan pengasuhan yang tentu saja dikaji dengan metode mubadalah.
Perspektif mubadalah menekankan pentingnya kesetaraan hak dan kewajiban antara perempuan dan laki-laki di dalam hukum, sehingga keduanya dapat saling mendukung dan memperkuat kehidupan sosial. Perempuan memiliki kesempatan yang sama seperti laki-laki untuk berpartisipasi di ruang publik dan memperoleh manfaat darinya.
Beberapa tokoh muslim perempuan sudah mencuat di ruang publik, memberi contoh pada perempuan-perempuan lain agar turut berkontribusi dalam peran yang lebih luas. Beberapa nama muslimah yang bisa disebut ialah Ny. Hj. Badriyah Fayumi, Pengasuh Pesantren Mahasina Bekasi yang menjabat Wakil Sekretaris MUI Pusat (2021-2026); Ny. Hj. Masriyah Amva, Pengasuh Pesantren Kebonjambu Cirebon yang diangkat menjadi Pengurus PBNU (2022-2027); Dr. Ruhaini Dzuhayatin, akademisi UIN Yogyakarta yang berkarier sebagai Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden RI (2020-2024). (hlm. 60-61)
Contoh-contoh itu telah menjadi sumber inspirasi bagi orang-orang untuk memperkuat prinsip kerja sama dan kesetaraan antara perempuan dan laki-laki, baik dalam ruang publik maupun domestik. Meskipun begitu, pemahaman tentang kesamaan tanggung jawab ini masih perlu digalakkan agar lebih banyak lagi perempuan seperti mereka.
Setelah menerbitkan buku sebelumnya yang berjudul ‘Perempuan (Bukan) Sumber Fitnah’, lagi-lagi Kang Faqih membahas tentang kesalahpahaman yang sering terjadi dalam masyarakat tentang peran perempuan dalam Islam. Banyak orang yang salah kaprah bahwa perempuan hanya cocok untuk menjadi ibu rumah tangga dan harus patuh pada suami. Namun, dalam buku ini, penulis menjelaskan bahwa Islam sebenarnya memberikan hak yang sama kepada laki-laki dan perempuan, dan bahwa perempuan juga dapat menjadi pemimpin dan berkontribusi secara positif dalam masyarakat.
Islam memperbolehkan dan bahkan mendukung perempuan untuk berkarier di ruang publik. Islam mengakui kesetaraan antara laki-laki dan perempuan, sehingga tidak ada alasan bagi perempuan untuk tidak mengambil peran dan tanggung jawab yang sama dengan laki-laki dalam mencari nafkah dan berkarier di luar rumah. Bahkan, Islam menekankan pentingnya perempuan untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan mereka agar dapat memberikan kontribusi yang lebih besar dalam masyarakat.
Dalam sejarah Islam, terdapat banyak contoh perempuan yang sukses dalam bidang sosial, politik, dan ekonomi, seperti Khadijah, istri Nabi Muhammad yang sukses sebagai pedagang, serta Aisyah, istri Nabi yang dikenal sebagai ulama dan ahli hadis yang dihormati. Oleh karena itu, sebagai agama yang menekankan kesetaraan dan kemajuan, Islam memberikan dukungan penuh bagi perempuan untuk berkarier di ruang publik.
Dalam kitab Tahrir al-Mar’ah fi ‘Ashr ar-Risalah, Syaikh Abu Syuqqah menyebutkan banyak teks Hadis yang menuturkan keterlibatan perempuan di ruang publik. Bukan hanya dalam kegiatan ibadah ritual, tetapi juga dalam pendidikan, ekonomi, sosial, dan budaya.
Sejumlah perempuan di zaman Nabi Muhammad saw. memiliki peran penting dalam sejarah Islam: Siti Aisyah dikenal sebagai perawi hadis dengan koleksi lebih dari 6000 hadis, Ummul Hushain membantu mencatat khutbah Nabi Muhammad saw. saat perjalanan haji terakhirnya, Ummu Syuraik adalah seorang perempuan kaya di Madinah, Nusaibah binti Ka’b melindungi Nabi Muhammad saw. selama Pertempuran Uhud, dan Zainab ats-Tsaqafiyah memainkan peran penting dalam menafkahi keluarganya. Tindakan-tindakan mereka menunjukkan kontribusi penting perempuan dalam sejarah Islam.
Pada masa Nabi, perempuan banyak yang mengambil bagian dalam berbagai jenis pekerjaan, seperti industri rumahan, pedagang, penenun, perawat, perias wajah, petani, penggembala ternak, pemetik kurma, menyusui bayi secara komersial, dan masih banyak lagi (h. 64).
Sebagaimana perempuan bukan makhluk domestik, laki-laki juga bukan sekadar makhluk publik. Kita bisa melihat bagaimana Rasulullah mengemban peran dalam pekerjaan rumah dari Hadis berikut:
Dari Aswad, berkata: Aku bertanya kepada Aisyah r.a. tentang apa yang dilakukan Nabi Saw. ketika berada di dalam rumah. Aisyah r.a. menjawab: “Nabi Saw. melakukan kerja-kerja pelayanan keluarga ketika berada di dalam rumah. Jika datang waktu shalat, Nabi Saw. akan keluar rumah menunaikan shalat.” (Shahih Bukhari, no. 680)
Untuk itu, laki-laki juga harus aktif di ruang domestik sehingga para perempuan bisa turut andil dalam kerja-kerja kesalehan sosial di ruang publik. Kesempatan itu masih bisa kita peroleh untuk mendapatkan keseimbangan dalam kehidupan rumah tangga. Kita masih punya waktu untuk memutus teladan salah yang selama ini masih hidup di masyarakat.
Buku ini sangat direkomendasikan bagi mereka yang masih ragu tentang kesetaraan dalam Islam. Terdapat banyak Hadis yang tersebar di dalamnya, dan membuktikan bahwa Islam tidak mengabaikan peran dan hak perempuan. Buku ini secara terperinci membahas fakta bahwa perempuan juga bisa memberikan kontribusi dalam dunia publik, dan bahwa laki-laki seharusnya juga terlibat dalam pekerjaan rumah tangga.
Judul Buku : Perempuan (Bukan) Makhluk Domestik: Mengaji Hadis Pernikahan dan Pengasuhan dengan Metode Mubadalah
Penulis : Faqihuddin Abdul Kodir
Penerbit : Afkaruna.id
Cetakan : I, Desember 2022
Tebal : xx+178 halaman
Peresensi : Hilmi Abedillah, alumni Ma’had Aly Hasyim Asy’ari Tebuireng
Tulisan ini pertama kali dimuat di sini.