Tubuh adalah kerajaan hati, dan di kerajaan ini, hati memiliki beragam tentara:
وَمَا يَعۡلَمُ جُنُودَ رَبِّكَ إِلَّا هُوَۚ
“Tak ada yang mengetahui tentara Tuhanmu kecuali Dia sendiri.” (QS. Al-Muddatsir [74]: 31).
Hati diciptakan untuk kepentingan akhirat. Pekerjaannya adalah mencari kebahagiaan; dan kebahagiaannya adalah dengan mengenal Allah. Ia memperoleh pengetahuan tentang Allah melalui pengetahuan tentang ciptaan-Nya, yakni seluruh alam. Ia belajar tentang keajaiban alam melalui bantuan indera, dan indera tersebut dibangun di atas tubuh.
Jadi, pengetahuan adalah buruan hati dan indera adalah jalanya. Tubuh fisik adalah kendaraan dan pemegang jalannya. Karena alasan inilah, manusia membutuhkan tubuh. Tubuh adalah kendaraan yang dibuat dari air, tanah, api, dan udara. Karena itulah ia lemah dan mudah hancur dari dalam karena lapar dan haus, dan dari luar karena api, air, dan disergap oleh musuh atau binatang buas.
Akibatnya, karena lapar dan haus, ia butuh makan dan minum. Untuk tujuan ini, ia membutuhkan dua tentara: satu eksternal, seperti tangan, kaki, mulut, gigi, dan perut; dan yang lain internal, seperti nafsu dan amarah. Namun, karena tidak mungkin orang mencari santapan yang tidak dapat ia persepsikan, atau membela diri dari musuh-musuh yang tak dapat ia rasakan kehadirannya, ia membutuhkan organ persepsi. Beberapa di antaranya bersifat eksternal, yang mencakup panca indera: hidung, mata, telinga, lidah, dan tangan. Namun, beberapa di antaranya bersifat internal, dan mereka pun ada lima. Mereka ada di otak: organ imajinasi, refleksi, memori, kogitasi, dan estimasi. Masing-masing organ ini memiliki tugas khusus. Bila salah satu di antara organ-organ ini cacat, fungsi manusia juga akan cacat, baik dalam urusan duniawi maupun ukhrawinya.
Semua tentara tersebut, baik yang eksternal maupun internal, berada dalam kendali hati (dil) yang menjadi komandan dan raja bagi semua. Ketika ia memberikan perintah, mulut akan berbicara, begitu pula ketika ia memerintahkan tangan untuk memegang, kaki untuk berjalan, dan mata untuk melihat. Ketika ia memerintahkan organ refleksi untuk berpikir, ia akan segera berpikir. Mereka semua dibuat patuh total kepada perintahnya, sehingga tubuh dapat dijaga dan ia dapat memuaskan segala keinginannya dan meraih segala cita-citanya. Ia dapat menuntaskan pencarian akhirat dan menuai benih kebahagiaannya. Kepatuhan para tentara tersebut kepada hati menyerupai kepatuhan para malaikat kepada Tuhan. Mereka sama sekali tidak dapat melawan perintah; alih-alih, mereka patuh secara alamiah dan sukarela.
Tentara-tentara Hati
Untuk mengenal tentara-tentara hati secara detail, dibutuhkan pembahasan panjang lebar. Namun, intinya bisa diketahui olehmu melalui tamsil. Begini: tamsil tubuh adalah negeri, sementara anggota badan dan organnya adalah para pekerja. Nafsu badaniah (syahwat) adalah penarik pajak, amarah adalah polisi, dan hati (dil) adalah rajanya. Akal adalah perdana menteri sang raja. Raja membutuhkan mereka semua agar bisa memerintah kerajaannya dengan baik.
Nafsu badaniah—penarik pajak—adalah pembohong, penipu lihai, dan jahat. Ia menentang apa pun yang dikatakan oleh perdana menteri akal. Ia selalu bernafsu untuk merampas kekayaan apa pun yang ada di kerajaan dengan dalih menarik pajak. Dan polisi amarah adalah bengis dan temperamental. Ia suka membunuh, menjarah, dan melakukan perusakan.
Karena alasan ini, bila raja negeri selalu bermusyawarah dengan perdana menteri akal, mengabaikan penarik pajak yang pembohong, serakah dan menutup telinganya dari apa pun yang ia katakan demi melawan sang perdana menteri; dan bila ia mengerahkan polisi sembari menjaganya dalam kendali ketat dan mencegahnya dari tindakan berlebihan kepada penarik pajak agar ia tidak bisa menimbulkan kekacauan; maka kerajaan akan aman.
Di saat yang sama, bila Raja Hati bertindak atas nasihat menteri akal dan menempatkan nafsu dan amarah dalam kendali ketat dan dibikin tunduk kepada akal, maka ia tidak akan dikuasai oleh keduanya; perjalanan menuju kebahagiaan dan menuju Hadirat Ilahi tidak akan terputus darinya. Namun, bila akal menjadi tawanan nafsu dan amarah, maka kerajaan akan suram dan raja akan menderita dan celaka.
Penyunting: Achmad Fathurrohman
Selama Ramadhan, Afkaruna.id akan menerbitkan serial Kimiya-yi Sa’adat karya Imam Al-Ghazali, diterjemahkan oleh Muhammad Ma’mun yang tayang tiap hari Selasa, Kamis, dan Sabtu.